Search

Jumat, 09 Oktober 2009

Pengelolaan Lahan Kering

Lahan kering mempunyai potensi yang cukup luas untuk dikembangkan, dengan luas yang mencapai 52,5 juta ha (Haryati, 2002) untuk seluruh indonesia maka pengembangan sangat perlu dilakukan. Menurut Simposium Nasional tentang Lahan Kering di Malang (1991) penggunaan lahan untuk lahan kering berturut adalah sebagai berikut: hutan rakyat, perkebunan, tegalan, tanah yang sedang tidak diusahakan, ladang dan padang rumput.
Pemanfaatan lahan kering untuk kepentingan pembangunan daerah ternyata banyak menghadapi masalah dan kendala. Masalah yang utama adalah masalah fisik lahan kering banyak yang telah rusak atau mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi rusak. Sehingga paket teknologi yang berorientasi pada perlindungan lahan kering sangat diperlukan. Kekurangan air pada saat musim kemarau, kahat unsur hara serta keadaan tanah yang peka terhadap erosi merupakan kendala lingkungan yang paling dominan di kawasan lahan kering.
Masalah utama lain yang harus dihadapi didalam pemanfaatan lahan kering ini adalah keadaan sosial ekonomi petani atau masyarakat yang menggunakan lahan kering sebagai tempat usahanya. Pendapatan keluarga yang rendah serta kemiskinan dibanyak tempat berkolerasi positif dengan uasaha tani di lahan kering.
Rendahnya produktivitas lahan kering, selain disebabkan oleh tingkat kesuburan tanah yang rendah, juga disebabkan oleh rendahnya intensitas indeks pertanaman karena kebutuhan air tidak tersedia sepanjang tahun. Untuk meningkatkan produktivitas lahan kering masam, maka selain pengapuran dan pemupukan dapat dilakukan dengan optimalisasi pola tanam, yang selain dapat meningkatkan intensitas indeks pertanaman, juga dapat mengurangi aliran permukaan/erosi, dan evaporasi tanah oleh adanya penutupan tanaman dan sisa hasil panen yang dapat berfungsi sebagai mulsa dan menambah bahan organik tanah.

Karaktaristik dan Ciri-ciri Lahan Kering

Karakteristik umum mengenai sumberdaya lahan dan iklim dari kawasan ini yang berhubungan dengan sistem usahatani setempat antara lain : jumlah curah hujan yang sangat rendah (700 – 1500 mm/tahun); jumlah bulan kering sangat panjang (8 – 9 bulan/ Maret – November); sifat curah hujan yang eratik dalam bulan basah (hujan yang tidak merata, namun pada waktu tertentu mengalami jumlah curah hujan yang sangat tinggi dan dapat menimbulkan banjir/genangan yang tidak menguntungkan bagi usahatani); suhu harian yang rata-rata antara 30 sampai 32°C; topografi yang berbukit sampai bergunung; memiliki tanah-tanah muda (ultisol dan inseptisol) yang bersolum tipis dan sering disebut tanah berpersoalan atau problem soils (Sudjadi, 1984). Meskipun potensi tanahnya rendah, akan tetapi karena potensi luasnya sangat besar di 17 desa dampingan program PIDRA bagaimanapun juga harus dipandang sebagai suatu asset daerah yang perlu diperhatikan dan dimanfaatkan.
Ciri-ciri usahatani lahan kering adalah sebagai berikut :
  1. produktifitas yang sangat rendah;
  2. tanaman yang ditanam adalah jagung, padi ladang,ubi-ubian dan kacang-kacangan (umumnya jagung merupakan tanaman utama);
  3. mixed cropping sebagai strategi antisipasi gagal panen;
  4. teknologi berasaskan low input; budidaya yang tradisional (manual);
  5. penguasaan lahan yang terbatas karena kendala tenaga kerja; serta
  6. cenderung menerapkan ladang berpindah yang berotasi sebagai upaya penyembuhan lahan secara tradisonal ( Basuki, 2005 dan Notohadiprawiro, 1989).
Komplikasi antara dari sifat alamiah kondisi biofisik wilayah serta keadaan usahatani yang telah disebutkan, maka profil usahatani lahan kering dapat ditemui sebagai berikut :
  1. menanam pada lahan-lahan miring yang rentan terhadap kualitas tanah;
  2. persiapan lahan yang didahului dengan pembakaran lahan atau istilah lokal “ Kono”;
  3. menanam tanpa olah tanah;
  4. sering mengalami gagal panen akibat kekeringan;
  5. musim tanam hanya sekali setahun (antara bulan Desembar dan Maret)
  6. serta menggunakan varietas lokal secara turun-temurun.

1 komentar:

ei_@ja mengatakan...

thanks yaaaaa

Posting Komentar